Jumat, 19 Februari 2010

PEMBELAJARAN PAI MEMBUTUHKAN INFORMASI TEKNOLOGI

Categories:

Penulis : Sapiudin Shidiq


Abstrak

Didaktika Islamika - Information Technology (IT) has strategic purposes in the teaching of Islamic Education (PAI). As auxiliary equipment, Information Technology can accelerate the teaching of Islamic education effectively and easily. Because of Information Technology signification, the teaching of Islamic Education which lefts behind in human resources and instrument of information technology has to be able to catch up fact of having fallen behind with improvement of human resources and provisioning of information technology both in the school area and out of the school area.

Kata Kunci: pembelajaran PAI, peran Informasi Teknologi


Pendahuluan

Pertengahan November 2009, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan Seminar Internasional dengan tema "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Informasi Teknologi”. Tampil sebagai nara sumber, 1. Prof. Dr. Osman Bakar, guru besar emiritus dari Universitas Malaya Malaysia, 2. Dr. Ir. Lilik Gani HA., MSc, Phd., Direktur Pusat Teknologi dan Komunikasi Nasional (Pustekom). Seminar yang dihadiri lebih dari seratus lima puluh orang perwakilan dari mahasiswa, guru, dan dosen se-Indonesia itu berlangsung khidmat mulai dari pukul 9.00 sampai dengan jam 13.00.
Tema di atas sangat relevan dengan kondisi bahwa pembelajaran PAI mengalami ketertinggalan dalam penyediaan dan penggunaan teknologi. Jangankan untuk menciptakan teknologi, menggunakan teknologi yang sudah ada saja masih banyak yang gatek (gagap teknologi). Sudah selayaknya praktisi pendidikan merenungkan kritik yang dikemukakan oleh Abdul Halim Uwais (Khan, 2001) berikut ini:

Islam tidak membutuhkan upaya untuk dihidupkan. Setiap detik ajaran Islam selalu hidup dengan sendirinya dan segar seolah-olah baru lahir kemarin. Yang butuh dihidupkan adalah umatnya, ilmu-ilmu agama, dan cara penyajiannya. Ajaran Islam akan tetap eksis sepanjang masa, meski umatnya sudah tidak memerdulikan… yang benar adalah bagaimana menghidupkan semangat umat Islam agar setia dengan ajaran Islam dalam setiap aktivitasnya, sehingga dapat menikmati kebenaran Islam.

Osman Bakar menyoroti persoalan pembelajaran PAI berbasis IT dari aspek filosofis. Menurutnya, pembelajaran PAI berbasis IT sudah diterapkan sejak awal pengajaran Islam, yaitu sesuai dengan tingkat kemajuan teknologi saat itu. Jadi menurut guru besar yang sudah mengarang lebih dari sepuluh buku dan dua ratus lebih artikel itu, sesungguhnya ajaran Islam sangat mendukung kemajuan IT sebagai sarana yang mampu memudahkan proses pembelajaran agama Islam. Tanpa IT, proses untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI akan lambat dan tidak efektif. Hal ini sejalan dengan spirit hukum Islam yang menghendaki kemudahan dan menjauhi kesulitan bagi manusia.

Menurut Osman, kendala yang dihadapi oleh pendidikan Islam saat ini masih rendahnya kualitas SDM dan masih adanya segelintir umat Islam yang menolak kehadiran IT, meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Padahal dalam penggunaan IT dibutuhkan sumber daya manusia, baik ia sebagai guru dan dosen ataupun murid dan mahasiswa yang memiliki kemauan dan kemampuan.

Lilik Ghani lebih menyoroti pembelajaran Islam berbasis IT dari sudut pandang aplikasi praktis. Menurutnya, bukan hanya pendidikan yang butuh teknologi, kita hidup sehari-hari pun tidak bisa lepas dari teknologi. Beliau mencontohkan, bahwa anda tidak bisa hadir ke seminar ini tanpa teknologi; pakaian yang anda kenakan sekarang ini adalah hasil teknologi. Sebagai Direktur Pustekom, Ghani banyak memberikan presentasinya dengan menggunakan tampilan audio visual yang menampilkan begitu banyaknya temuan teknologi yang dapat diakses dan dijadikan sumber informasi dalam pembelajaran agama Islam. Ghani juga memutar beberapa durasi temuan-temuan teknologi saat ini yang dapat dijadikan sebagai bukti bahwa saat ini telah ditemukan berbagai macam teknologi yang beraneka ragam dan super canggih.

Dari dua nara sumber di atas—yang melihat pembelajaran PAI berbasis IT dari sudut pandang yang berbeda (filsofis dan praktis), akhirnya dapat ditarik titik temu bahwa keduanya sepakat IT diperlukan dalam pembelajaran PAI. Namun pada tingkat praktis, penggunaan IT akan menghadapi kendala, baik dari segi sumber daya manusia maupun dari segi sarana. Tidak semua guru siap menggunakan IT dan tidak semua sekolah memiliki anggaran yang cukup untuk pengadaan sarana IT.

Apa Belajar itu?

Muhammad Ali Haidar, sekarang menjadi seorang siswa sekolah menengah, sebelumnya ia adalah lulusan sekolah dasar yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Ketekunan dan kerajinan yang dijalaninya menjadikan ia memperoleh rangking pertama ketika ujian kelulusan, prestasi yang tidak pernah dicapai sebelumnya. Pendidikan yang dilalui oleh Haidar dari jenjang ke jenjang yang lebih tinggi membawa perubahan dalam dirinya. Semakin hari Haidar terlihat menjadi anak yang dewasa dan tumbuh kesadaran yang kuat untuk mematuhi segala titah agama dan menjauhi segala larangan. Bukan sekedar itu, ia pun menjadi anak yang patuh terhadap peraturan yang dibuat oleh sekolahnya. Kini, Haidar bukan lagi anak yang cengeng, seperti anak kecil; ia bertambah dewasa secara fisik dan kejiwaan.

Perubahan pada diri Haidar, sebagaimana dilukiskan di atas itulah yang disebut dengan belajar, karena Haidar telah melakukan beberapa perubahan dalam dirinya. Dalam dunia pendidikan Haidar sedikitnya telah melakukan tiga perubahan:

1. Behavioral, yaitu perubahan dalam prilaku;
2. Konstruktivis, perubahan dari makna yang terbentuk dari sebuah pengalaman;
3. Proses informasi, perubahan dalam pengetahuan yang tersimpan dalam memori.

Dalam imu kejiwaan, belajar diartikan sebagai sebuah proses perubahan prilaku atau pribadi berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Orang dapat dikatakan telah belajar apabila dalam dirinya terdapat ciri-ciri perubahan yang meliputi:

a. Perubahan intensional, yaitu perubahan yang terjadi karena intensitas pengalaman, praktik atau latihan yang dilakukan secara sengaja. Dengan kata lain, perubahan yang dilakukan secara sengaja melalui proses belajar, bukan secara kebetulan.
b. Perubahan menuju ke arah yang positif. Artinya perubahan yang sesuai dengan yang diharapkan, baik oleh siswa, guru atau lingkungan sosial.
c. Perubahan yang efektif, yaitu perubahan yang membawa pengaruh dan makna tertentu bagi siswa, setidaknya sampai batas waktu tertentu (Azhari, 2004: 124).

Prinsip Belajar

Kalau kita perhatikan, benda yang ada di sekeliling kita selalu berubah karena proses waktu yang terus berputar. Namun tidak semua yang berubah itu dapat dikatakan belajar. Anak ayam berganti hari semakin membesar, besi bertambah hari semakin berkarat, pakaian semakin hari semakin kusut dan jelek dan penyakit seseorang semakin hari semakin parah. Apa yang dicontohkan di atas adalah proses perubahan, tapi bukanlah perubahan itu dikatakan sebagai proses belajar. Karena perubahan di atas terjadi secara alamiah, yang tidak disadari.

Perubahan dalam belajar adalah perubahan yang disadari. Seorang siswa yang belajar harus menyadari bahwa dalam dirinya terjadi perubahan atau merasakan telah terjadi suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya, siswa harus menyadari bahwa pengetahuannya, kecakapannya dan kebiasaannya telah bertambah.

Seorang siswa bernama Fawaz, ketika ia baru masuk sekolah Taman Kanak-Kanak, ia tidak mengerti menghitung, menggambar dan bernyanyi. Tapi ketika dua tahun belajar di TK, kini pengetahuannya bertambah; ia sudah bisa menghitung angka dari satu sampai sepuluh, sudah dapat menghafal rukun iman dan rukun Islam; kecakapannya bertambah pintar, ia sekarang sudah pandai menggambar dan kebiasaannya juga berubah, yang dulunya sering menangis kini tidak lagi sering menangis. Perubahan yang dialamai oleh Fawaz inilah suatu perubahan dari hasil proses belajar.

Perubahan dalam belajar sifatnya kontinyu dan fungsional. Perubahan ini menegaskan bahwa perubahan dari hasil belajar bukan sifatnya temporer atau sewaktu-waktu saja, tapi berlangsung terus menerus, bersifat dinamis, tidak statis dan memiliki nilai kegunaan. Seorang anak yang tadinya nakal, melalui belajar yang sungguh-sungguh dan terus menerus, ia tidak lagi nakal. Bahkan setelah diamati, ia sekarang menjadi anak yang soleh. Perubahan inilah yang sebenarnya dikehendaki dari proses belajar.

Perubahan selanjutnya yang dihasilkan dari hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang bersifat menyeluruh dan menyentuh semua aspek tingkah laku. Perubahan yang diinginkan dari belajar bukan bersifat parsial, hanya satu aspek saja, tapi bersifat menyeluruh mencakup semua tingkah laku. Jika seorang belajar, maka perubahan tingkah lakunya menyentuh semua aspek tingkah laku yang meliputi sikap, kebiasaan, ketrampilan, pengetahuan dan lain sebagainya. Contoh, Ali belajar naik sepeda, maka yang berubah pada diri Ali bukan hanya teknik mengendarai sepeda, tapi ia akan memahami tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang bagus, kebiasaan membersihkan sepeda dan lain sebagainya (Azhari, 2004: 125).

Pendidikan Agama Islam (PAI)

Istilah yang tepat untuk pendidikan Islam—sebagaimana dikemukakan oleh Syed Naquib Al-Attas—adalah istilah "ta'dib". Karena kata ta'dib mengandung arti yang strategis. Kata ta'dib tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja dan tidak meliputi makhluk lain selain manusia, (Al-Attas, 1999: 15). Dengan demikian kata ta'dib sudah mencakup di dalamnya kata ta'lim dan tarbiyah yang dalam prosesnya melibatkan tubuh, jiwa dan ruh melalui proses pengajaran dan pengasuhan yang baik. Argumen ini didukung oleh hadits nabi, “Tuhanku telah mendidikku maka prilakuku menjadi baik” (Al-Suyuti, t.th.: 51).

Pendidikan merupakan proses yang panjang, sistematis, dan terarah yang melibatkan tubuh, jiwa dan ruh. Meminjam definisi yang dipakai oleh Toumy al-Syaibany, bahwa pendidikan itu sebuah usaha untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya, kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan (Al-Syaibany, 2002: 399). Perubahan tersebut harus melalui bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. melalui proses pengajaran (ta'lim) dan asuhan yang baik (tarbiyah) (Marimba, 1980: 23).

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pada hakikatnya pendidikan Islam adalah proses perubahan akhlak manusia dalam kehidupannya yang luas melalui proses pengajaran dan asuhan yang baik, dilandasi oleh ajaran Islam menuju ke titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga menjadi manusia yang berkepribadian muslim.

Dalam sistem pendidikan di negeri kita istilah pendidikan agama Islam dibakukan menjadi nama mata pelajaran yang isinya berisikan tentang pengajaran Al-Qur'an, hadits, fiqh, akhlak, dan sejarah Islam.

Mata pelajaran PAI di sekolah merupakan bagian integral dari kurikulum Nasional yang wajib diajarkan di sekolah. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (h. 26) dalam bab X pasal 37 tentang kurikulum yang dinyatakan dalam dalam dua pasal berikut ini:

Pasal 1, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:

a. Pendidikan agama;
b. Pendidikan kewarganegaraan;
c. Bahasa;
d. Matematika;
e. Ilmu pengetahuan alam;
f. Ilmu penegtahuan sosial;
g. Seni dan budaya;
h. Pendidikan jasmani dan olahraga;
i. Ketrampilan/kejujuran, dan
j. Muatan lokal.

Pasal 2, kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

a. Pendidikan agama;
b. Pendidikan kewaganegaraan;
c. Bahasa.

Kalau kita perhatikan nampak dengan jelas dan tegas bahwa pendidikan agama disebut dalam dua pasal di atas, masing-masing berada pada urutan nomor satu, baik pada tingkat menengah maupun pada pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan agama menempati posisi yang sangat penting dalam kurikulum pendidikan Nasional. Dan pada tingkat implementasinya terbukti bahwa, pendidikan agama yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain memainkan peranan yang sangat penting dan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam membantu mewujudkan pendidikan Nasional, yaitu menghasilkan generasi penerus bangsa yang handal, sebagaimana diamanatkan oleh UU dan Peraturan Pemerintahan RI Tentang Pendidikan (h. 7), bab II pasal 3 yang menyatakan, ”bahwa pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta anak didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Sistem pendidikan di negeri kita dilihat dari pengelolaannya terdapat dualisme, pertama pendidikan yang diselenggarakan oleh departemen pendidikan Nasional (Diknas) dan ada pendidikan yang diselenggarakan oleh departemen agama (Depag). Sekolah yang masuk ke dalam pengelolaan diknas adalah SD, SMP, SMA, SMK dan sebagainya. Sedangkan sekolah yang masuk ke dalam pengelolaan Depag atau yang sering disebut dengan istilah madrasah adalah, MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah). Perbedaan pengelolaan di atas berimplikasi kepada perbedaan kurikulum. Pendidikan yang dikelola oleh Diknas, pengajaran pendidikan agamanya hanya 2 jam dalam satu mingga dan materi yang diajarkan sifatnya global. Sedangkan pada lembaga pendidikan yang dikelola oleh departemen agama pengajaran pendidikan agamanya bersifat lebih terinci dan lebih mendalam, dan jumlah jam pelajarannya juga lebih besar. Terdapat empat mata pelajaran yang termasuk dalam pengajaran PAI di madrasah, yaitu mata pelajaran Qur'an Hadits, Fiqh, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Pembelajaran PAI Berbasis IT

Sebelum membahas tema tentang pembelajaran PAI berbasis IT, nampaknya perlu dijelaskan tentang perkembangan IT di dunia Islam. Hal ini penting karena selama berbabad-abad Islam pernah menjadi negara "adi daya" dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi, sementara Barat masih dalam kegelapan. Paling tidak, sejarah emas Islam tersebut bagi ummat Islam saat ini bisa menjadi "mimpi" yang membangkitkan semangat untuk menemukan kembali masa emasnya yang hilang tersebut.

Informasi Tekhnologi di Dunia Islam

Sejarah mencatat, sejak abad kesembilan sampai abad ke lima belas kaum muslimin menjadi pemimpin intelektual di bidang sains dan tekhnologi. Ketika itu Barat berada dalam masa kegelapan. Implikasi dari masa lalu itu muncul dua bentuk respons terhadap masa keemasan tersebut. Pertama, ada ummat yang merasa kagum dengan prestasi masa lalu kemudian tenggelam dalam eskapisme terhadap realitas kemunduran ummat Islam saat ini. Tentu ini adalah sikap negatif yang tidak ada gunanya. Kedua, menjadikan masa kemajuan Islam sebagai ilham dan inspirasi untuk sekali lagi mencapai kehebatan itu dengan mengikuti langkah-langkah positif para pendahulu menuju kemajuan. Ini adalah respon yang sangat positif (Bakar, 2008: 397). Namun berdasarkan pengamatan, realitas ummat saat ini menunjukkan bahwa sikap ummat Islam masih mayoritas terbelenggu oleh respon pertama yang tidak banyak membawa kemajuan.

Kita harus mengambil pesan positif "periode keemasan" Islam. Caranya dengan mempelajari dengan baik sejarah itu dengan tujuan mengambil pelajaran yang berguna. Kita mesti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mampu menghadirkan kemajuan sains dan tekhnologi serta pertumbuhan pemikiran ilmiah yang kreatif dan orisinal. Kita pun perlu mengetahui faktor-faktor kemunduran dan stagnasi sains dan teknologi Islam. Menurut Osman Bakar penyebab kemunduran ini adalah gabungan antara hilangnya faktor-faktor positif dan munculnya faktor-faktor negatif. Penyebab munculnya kemajuan sains dan teknologi dalam Islam menurut Bakar (2008: 400) adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran religius sebagai daya dorong untuk menuntut sains dan tekhnologi. Dari pemahaman yang benar tentang semangat tauhid akan mengalir penghargaan terhadap ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, terjadi penyebaran ilmu pengetahuan dan semua aspeknya dengan luas.
2. Lahirnya gerakan penerjemahan yang berlangsung berabad-abad. Sejarah penerjamahan pada periode Islam klasik adalah yang terbesar dalam sejarah penyebaran pengetahuan.
3. Suburnya filsafat yang diterapkan pada pengajaran, kemajuan dan pengembangan ilmu.
4. Luasnya santunan bagi aktifitas sains dan teknologi oleh para penguasa dan wazir.
5. Adanya iklim intelektual yang sehat, sebagaimana diilustrasikan oleh sejarah bahwa para sarjana dari berbagai mazhab pemikiran (hukum, teologi, filsafat dan spiritual) melangsungkan debat intelektual secara jujur dan rasional tapi dalam semangat saling menghormati. Perdebatan antara Ibnu Sina dan al-Biruni adalah salah satu yang paling luar biasa dalam sejarah intelektual Islam.
6. Peran penting yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan ilmiah terutama di universitas-universitas.

Tinjauan Filosofis

Pembelajaran PAI merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai komponen yang saling terkait dan memiliki fungsi masing-masing. Komponen terpenting yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran PAI adalah komponen sumber daya manusia, yaitu guru/dosen dan murid/mahasiswa dan fasilitas atau alat pendukung proses pembelajaran.

Menurut Osman, peran guru/dosen dan murid/mahasiswa sangat penting. Sebelum interaksi pembelajaran dimulai, harus ada semacam kontrak yang disepakati oleh kedua belah pihak tentang muatan ajaran Islam yang akan diajarkan, mengingat sangat luasnya aspek ajaran Islam yang tidak mungkin diajarkan dalam satu semester.

Langkah selanjutnya, guru/dosen dituntut untuk menjelaskan metodologi pengajaran. Menurut Bakar, ada dua macam metodologi pengajaran. Pertama metodologi konseptual. Pendekatan ini terkait dengan pendekatan (approaches) dalam rangka memahami ajaran Islam. Di dalamnya terdapat pendekatan filosofis, pendekatan sejarah atau historis, pendekatan sosiologis, dan sebagainya.

Kedua pendekatan teknikal yang terkait dengan isu-isu peralatan pengajaran (technical teaching tools), seperti penggunaan video, presentasi power point, internet, dan lain sebagainya (Bakar, 2009: 1).

Tak terbantahkan bahwa fungsi informasi teknologi saat ini dalam pembelajaran PAI sangat besar, namun yang perlu disadari oleh penggunanya, baik dosen atau mahasiswa, bahwa teknologi hanya sekedar alat bantu saja, bukan segala-galanya. Artinya, tanpa teknologi pun proses pembelajaran dapat berhasil, namun memerlukan waktu yang lebih lama.

Penggunaan teknologi bukan tanpa resiko, karena disamping ada sisi positifnya terdapat juga sisi negatif yang perlu dihindari. Di antaranya, belajar mandiri dengan menggunakan IT berarti meniadakan interaksi dengan guru yang memiliki pengaruh besar terhadap kejiwaan siswa, karena guru dapat membimbing, mengevaluasi, dan meluruskan moral siswa. Oleh karena itu, menurut Bakar, ada di kalangan ummat Islam yang masih menolak kehadiran IT dalam proses pembelajaran PAI. Dengan demikian IT ibarat dua sisi mata uang, sisi pertama penuh dengan nilai positif, sisi kedua penuh dengan nilai negatif. Sisi positifnya, dengan IT proses pembelajaran berkembang lebih cepat, lebih efektif, hasil penelitian lebih cepat dalam realisasi dan sosialisasinya. Sedangkan sisi negatifnya bahwa, kebenaran dapat bercampur baur dengan kepalsuan dan kekeliruan. Oleh karena itu, guru dan murid harus memiliki pemikiran kritis untuk dapat menilai antara yang benar dengan yang palsu dan antara yang baik dengan dengan yang buruk. Karena informasi bukan ilmu dan ilmu bukan hikmah (Bakar, 2009: 2).

Sebagai alat, peran IT tidak bersifat bebas nilai. Ia harus dibatasi karena dalam kontens pembelajaran PAI ada hal-hal yang tidak boleh untuk divisualisasikan. Contoh ketika menjelaskan tentang sifat rahman Allah, maka yang bisa divisualisasikan adalah sifat-Nya bukan zat-Nya. Contoh sifat rahman Tuhan, "seekor induk burung memberi makanan kepada anaknya". Adegan ini dapat divisualkan melalui IT, tapi Zat Tuhan tidak boleh divisualkan, karena Tuhan berbeda dengan ciptaan-Nya.

Untuk pembelajaran di bidang syariah, maka dapat divisualkan perkembangan institusi-isntitusi berdasarkan syariah sepanjang sejarah. Dalam bidang ibadah dapat divisualkan masjid, ka'bah dan sebagainya, dalam bidang ekonomi dapat divisualkan transaksi bank-bank Islam, dalam bidang pendidikan dapat divisualkan madrasah, pondok pesantren, dan lain sebagainya.

Selain hal di atas, masih banyak lagi pembelajaran PAI yang keberhasilannya mudah diraih jika menggunakan alat bantu IT. Dalam pembelajaran sejarah peradaban Islam dapat ditayangkan film tentang perjuangan nabi (selain nabi boleh divisualkan) seperti perang badar dan perang uhud. Film tentang penyebaran Islam di Nusantara (wali songo) yang menyebarkan Islam melalui bisnis dan perdagangan, film tentang tokoh saintis muslim seprti Ibnu Sina, al-Ghazali, dan sebagainya. Dalam bidang seni dapat divisualkan tentang keindahan seni kaligrafi, seni nasyid, seni sastra, dan lain sebagainya.

Pembelajaran PAI Butuh IT

Halimah adalah seorang guru agama di sebuah sekolah menengah. Setiap kali ia mengajar selalu menggunakan alat bantu berupa power point. Bukan hanya itu, ia pun mampu mengoperasikan internet; materi pelajaran yang dia sampaikan sebagiannya diakses dari internet. Dengan bantuan teknologi berupa power point dan internet, Halimah merasakan manfaat yang besar. Ia merasakan kemudahan dalam menjelaskan materi pelajaran. Sekarang ia tidak menggunakan kapur atau spidol untuk menjelaskan pelajaran. Halimah sebagai seorang guru, sebagaimana diilustrasikan di atas telah memaknai teknologi sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pengajaran.

Istilah teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu, karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Teknologi didefinisikan sebagai, “Cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia”. Informasi (information: Inggris) berarti: keterangan; pemberitahuan, khabar atau berita tentang sesuatu.

Teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima sehingga lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya.

Kecanggihan informasi dan tekhnologi saat ini menjadikan interaksi antara guru agama dengan siswa tidak lagi dilakukan melalui tatap muka, tetapi juga dilakukan dengan menggunakan IT.Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Saat ini yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut cyber teaching [?] atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet.

Oleh karena itu, menurut Gani, kehadiran IT dalam dunia pendidikan mengandung arti yang sangat strategis. Pembelajaran dengan menggunakan IT akan lebih mudah, lebih cepat dan lebih jelas. Dengan informasi tekhnologi seorang guru tidak perlu memeras tenaga lebih banyak seperti yang dialami dalam pengajaran dengan pendekatan konvensional. Dengan demikian menurut Gani (2009: 5), IT dalam kaitannya dengan pendidikan memiliki peran:

a. Behavioral: mengatur berbagai jenis media (Teks, audio, video) dan membuatnya sebagai sebuah program pembelajaran.
b. Konstruktivis: memfasilitasi komunikasi kolaboratif antara siswa, instruktur dan tenaga ahli.
c. Proses informasi: membantu siswa mengatur informasi baru, menghubungkannya dengan pengetahuan dan menyimpannya ke dalam memori.

Sejalan dengan uraian di atas, maka kehadiran tekhnologi sangat diperlukan dalam pembelajaran PAI sebagai alat dan sekaligus sumber pembelajaran. Maka seorang guru agama berhak untuk mendapatkan fasilitas tersebut demi kelancaran tugasnya. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 Sisdiknas pasal 35 ayat 1 tentang Standar Sarana dan Prasarana:
“Pendidikan mencakup ruang belajar, tempat olahraga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan tekhnologi. Pendidikan dan tenaga kependidikan berhak memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas”.

Simpulan

1. Penggunaan informasi dan teknologi sangat dibutuhkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, baik dilihat secara filosofis maupun praktis.
2. Informasi dan teknologi adalah alat bantu yang berfungsi mempermudah kebehasilan tujuan pembelajaran PAI. IT memiliki nilai positif dan negatif. Oleh karena itu, guru dan siswa harus memiliki daya kritis dalam menggunakan kecanggihan IT untuk hal-hal yang positif dan menghindari penggunaan IT untuk hal-hal yang negatif.
3. IT memiliki peran yang sangat besar, yaitu mampu meningkatkan kualitas pembelajaran PAI, memudahkan riset, membantu guru dan dosen dalam menjelaskan konsep dan ide dengan cara yang lebih mudah. IT juga mampu menyajikan pembelajaran lebih menarik.
4. IT merupakan fasilitas yang wajib disediakan oleh pihak sekolah atau universitas, karena guru dan dosen berhak mendapatkan fasilitas IT, baik dari segi pelatihan dan penyediaan sarananya.


Daftar Pustaka

Attas, Al-, N.S. (1999). Konsep Pendidikan Islam. Bandung: Mizan.
Azhari, A. (2004). Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Mizan Publika.
Bakar, O. (2008). Tauhid dan Sains; Presfektik Agama dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. Edisi ke-2.
Bakar, O. (2009). Pembelajaran PAI Berbasis Informasi Tekhnologi. Makalah Seminar Internasional, Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Jakarta.
Gani, L. (2009). Pemanfaatan dan Aplikasi IT dalam Pengajaran PAI. Makalah Seminar Internasional, Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Jakarta.
Jamaly, Al-, M.F. (1967). Tarbiyah al-Insan al-Jadîd. Tunis: Maktabah al-Ijtihad al-Aam, al-Tunisiyah al-Syghly.
Khan, W. (2001). Metode dan Syarat Kebangkitan Baru Islam. Anding Mujahidin (penerjemah). Jakarta: Robbani Press.
Langgulung, H. (1985). Pendidikan dan Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna.
Marimba, A.D. (1980). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif. Cet. Ke-4.
Rasyad, A. (2009). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA Press. Cet. Ke-5.
Suyutu, Al-, J. (t.th). Al-Jâmi’ Al-Shaghir. Bandung: Al-Ma’arif.
Syaibani, Al-, T. (2002). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintahan RI tentang Pendidikan. Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.

Sapiudin Shidiq, dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Sekretaris Jurusan PAI FITK UIN Jakarta. E-mail: sapiudin09@gmail.com.

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "PEMBELAJARAN PAI MEMBUTUHKAN INFORMASI TEKNOLOGI"

Posting Komentar